Thursday, February 22, 2007

Bus Khusus Wanita

Ada sesuatu yang spesial and bikin surprise saat mengetahui ada bus khusus wanita di salah satu belahan bumi Indonesia. Bus yang beroperasi baru-baru ini di Pekanbaru, Riau dinamai Bus Kartini. Ide kreatif nich...coz si pemilik bus ini berani menciptakan lahan bisnis yang berbeda dari yang lainnya dan belum pernah dijamah oleh pengusaha lainnya di bumi Indonesia tercinta ini. Wow, Subhanallah… Kenapa ya dibenak kita jarang atau bahkan belum pernah mencetuskan ide kreatif seperti Bapak pemilik Bus Kartini.
Aku optimis usaha bus khusus wanita ini akan cukup ramai diminati kaum hawa dan turut memberi efek positif dalam perilaku sosial di masyarakat. Angka penjambretan di bus seperti ini bisa ditekan soalnya orang yang bukan kaum hawa dilarang naik bus ini kecuali pak sopir atau kondektur. Tapi, kalau penjambretnya wanita…itu mah lain cerita. But, terlepas dari itu, aku yakin hadirnya bus khusus wanita ini dapat memberi dampak positif yang cukup besar dan tentu aja semoga penuh barakah, amiin.

Yang Berguguran di Jalan Penuh Lumpur

Gimana rasanya jalan di atas lumpur tebal yang bercampur tanah liat dengan jarak tempuh yang cukup jauh? Yaa, sepatu jadinya berat banget buat diangkat coz sepatu membawa serta Lumpur-lumpur itu. Kalau sepatu dilepas pasti lebih ringan. Yup! Ternyata benar, lebih ringan melangkah jadinya. But, ada satu masalah yang muncul. Karena jalannya cukup jauh dan melewati jalan lumpur berkerikil, so, kaki yang hanya beralas kaos kaki lama-lama merintih kesakitan karena harus menerjang kerikil demi kerikil. So, jalan tengahnya adalah melepas sepatu di suatu waktu dan ketika terasa sakit oleh kerikil pakai sepatu lagi walau sepatu harus terbenam di lumpur tanah liat.
Perjalanan yang kulewati pas MPK I ini membuat cetak biru yang terukir indah di memori. Jadi kerasa banget ukhuwah Islamiyah dengan saudara-saudara di Kal-Tim. Yah, kehangatan ini adalah kehangatan yang kurindukan seperti di Jogja dulu kala jelajah alam bareng ikhwah Jogja. Beratnya medan, kayaknya gak membuat para peserta MPK I jadi surut namun justru lebih bersemangat untuk menghadapinya.
Spa dengan lumpur alami sungguh nikmat. Yah, seperti ada yang memijat kaki secara otomatis ketika menginjakkan kaki di atas lumpur tersebut. Seraya ditemani rintik hujan yang mengguyur bumi Telihan Bontang, Alhamdulillah aku dan saudara-saudaraku bisa mencapai finish dan tidak termasuk orang berguguran di jalan penuh lumpur.

Thursday, February 15, 2007

Kisah Tragis Pendakian Everest


“Dan, apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka, kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al-Qur’an itu?”(Al-A’raaf:185).

Membaca buku tebal berjudul ‘Into Thin Air’ berisi tulisan-tulisan yang memukau sempat membuatku terkesima. Buku itu cukup bisa mengaduk-aduk emosi pembaca dan membuat ingin tahu cerita selanjutnya saat membaca kata demi kata. Into Thin Air menceritakan kisah pendakian puncak Everest oleh beberapa tim ekspedisi namun difokuskan pada sebuah tim ekspedisi bernama “Adventure Consultants”.
Penulis buku ini adalah seorang editor majalah outside (wartawan) bernama Jon Krakauer yang tinggal di Seattle. Kisah ini diambil dari pengalaman penulis saat melakukan pendakian gunung everest pada tahun 1996. Puncak Everest merupakan salah satu puncak yang terdapat di pegunungan himalaya. Pegunungan Himalaya terdiri dari beberapa puncak. Di antaranya yaitu puncak Cho oyu, puncak Selatan, Hillary step, dll namun yang paling tinggi adalah Everest.
Ekspedisi yang teramat sulit berhasil dialui oleh Jon namun menyisakan kepedihan mendalam dan membuat penulis cukup terguncang. Di puncak Everest dengan ketinggian 29000 kaki, pendaki sering dihadapkan pada masalah kurangnya persediaan oksigen sehingga untuk berpikir jernih pun sangat sulit dilakukan terlebih jika harus mengambil keputusan penting. Zona kematian itu sudah begitu banyak menelan korban.

“…Kebenaran yang paling sederhana adalah aku tahu tahu bahwa aku tidak seharusnya pergi ke Everest, tetapi aku pergi juga. Dan karena itu, aku ikut menjadi penyebab tewasnya orang-orang yang baik, sesuatu yang mungkin mengusik batinku untuk waktu yang sangat lama.
Empat ratus kaki di atasku, di puncak Everest yang masih bermandi cahaya matahari, di bawah naungan langit yang biru, teman-temanku sedang berpesta merayakan keberhasilan mereka menaklukkan puncak planet ini, mengibarkan bendera dan membuat beberapa foto, menghamburkan setiap detik waktu yang sangat berharga. Tidak seorang pun yang pernah mambayangkan bahwa bencana yang menakutkan sedang mengintai. Tidak ada yang menduga, bahwa di penghujung hari itu, setiap detik akan menjadi sangat berarti….”

Jon tidak menghabiskan waktu banyak di puncak everest. Ia segera turun karena memperhitungkan bahwa ia akan kehabisan oksigen jika berlama-lama di puncak. Ia pun sampai di Camp Empat tepat pada waktunya sebelum hari mulai gelap. Sementara rekan-rekannya yang berhasil mencapai puncak belum sampai di Camp Empat padahal hari sudah gelap. Dari lima rekan satu tim yang berhasil sampai puncak everest, empat orang temasuk pemimpin ekspedisi meninggal dunia. Satu orang yang selamat dari kelima orang itu adalah penulis.
Mendaki everest merupakan kegiatan yang sangat berbahaya baik bagi pemula yang dipandu maupun pendaki gunung kaliber dunia yang mendaki bersama rekan-rekan mereka. Para pendaki sewaktu-waktu dapat terkena gigitan salju yang teramat dingin yang memungkinkan sel-sel tubuh yang terkena dapat rusak, membusuk hingga perlu diamputasi. Penyakit yang terkadang ditemui pada pendaki gunung yang amat tinggi dapat berupa penyakit ketinggian HAPE (High Altitude Pulmonary Edema)/membengkaknya paru-paru akibat ketinggian. Penyakit misterius yang mematikan ini kerap , menyerang seorang pendaki yang mendaki terlalu tinggi dan terlalu cepat sehingga paru-paru si pendaki tertutup cairan. Penyebabnya diduga karena kurangnya oksigen, ditambah tingginya tekanan pada pembuluh darah jantung yang menuju paru-paru menyebabkan pembuluh darah tersebut bocor sehingga cairan masuk ke dalam paru-paru. Selain itu yang justru lebih berbahaya adalah HACE (High Altitude Cerebral Edema)/pembengkakan otak akibat ketinggian namun HACE lebih jarang dibanding HAPE. HACE merupakan sejenis penyakit membingungkan dan terjadi jika ada kebocoran pada pembuluh darah otak yang kekurangan oksigen, menyebabkan otak membengkak cepat, dengan hanya sedikit atau bahkan tanpa peringatan sama sekali. Ketika tekanan di dalam rongga otak meningkat, kemampuan motorik dan mental penderita akan menurun dengan drastis - biasanya hanya dalam waktu beberapa jam atau kurang - dan biasanya, si korban tidak sadar akan perubahan yang terjadi. Tahap selanjutnya adalah koma, jika si pasien tidak segera dievakuasi ke ketinggian yang lebih rendah, lalu disusul dengan kematian.

“Dan, mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya, kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.”(ar-Ruum:8)

Tiap jengkal lukisan alam semoga membuat kita makin tunduk pada keperkasaan Sang Pencipta karena pada dasarnya kita yang lemah ini tak akan berdaya dibandingkan keperkasaan alam yang merupakan guratan ayat-ayat kauniyah-Nya. Ada beberapa patah kata dari seorang pendaki Indonesia (Ita Budhi), “Seorang pendaki gunung sejatinya tidak senang menaklukkan pucuk-pucuk tertinggi yang sedang menusuk ke langit tapi ia sedang menaklukkan pucuk-pucuk tertinggi dari egonya sendiri sebagai seorang manusia.

“Dan, di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka, apakah kamu tiada memperhatikan?”
(adz-Dzaariyaat:20-21).

Friday, February 9, 2007

Pengembangan Alat Deteksi Dini Kanker Nasopharynx

Dalam rangka ikut membantu mencarikan solusi akan tingginya angka morbiditas dan mortalitas dari kanker, ia tidak lain merupakan salah satu hambatan di dalam pencapaian masyarakat Indonesia yang sejahtera pada tahun 2010. Klaster kesehataan –kedokteran UGM telah mengembangkan tentang studi tentang kanker nasopharynx (NPC) sebagai unggulan di dalam risetnya, yang meliputi etiologi, patogenesis, epidemologi, terapi, rehabilitasi dan sebaginya. Bahkan mereka telah berhasil menciptakan alat diagnostik dan deteksi dini serta penentu prognosis.
Tim peneliti yang tergabung dalam Team NPC Asia Link Ugm yang terdiri Dr. Sofia Mubarika dkk, berkeinginan untuk dapat menghasilkan suatu karya atau produk yang memiliki nilai akademis dan ekonomis yang dapat dipergunakan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dapat bersaing di tingkat nasional maupun internasional. “Tujuan dari pengembngan penelitian ini adalah untuk memetakan penyakit kanker NPC secara menyeluruh di kawasan Indonesa untuk menyediakan data base yang bermanfaat sebagai sumber informasi penanganan masalah kanker di Indonesia, mengkaji etiologi dan patogenesis penyakit kanker dengan pendekata biomolekuler,” ungkap Dr Sofia Mubarika dalam jumpa pers di Ruang Sidang Pimpinan Universitas Gadjah Mada, Senin (5/2).
Di yogyakarta NPC mempunyai angka insidensi tertingggi pada pria yakni 5,7 per 100.000 populasi dan berada di posisi 3 di berbagi senter di Indonesia. “Di Rumah Sakit Sardjito rata-rata dijumpai 100-120 kasus NPC baru per tahun. Penyakit NPC kebanyakan disebabkan dari kebiasaan merokok, makan ikan asin yang belum matang. Tetapi karena gejala yang ridak spesifik , umumnya penderita NPC datang ke rumah sakit RS Sardjito pada stadium lanjut (stadium III dan IV) setelah timbul benjolan di leher samping, sehingga hasil pengobatan tidak maksimal,” kata Bu Sofia.
Dengan keberhasilan mengembangakan alat diagnostik dan deteksi dini serta penentu prognosis kanker nasopharinx (NPC). Berarti peneliti UGM telah mengembangkan alat deteksi dini yang murah, feasible untuk dilakukan di daerah yang hanya mempunyai laboratorium sederhana. Alat ini telah terbukti mempunyai keungggulan dibanding kit yang sudah ada di pasaran. Karena dengan kombinasi 2 antigen yaitu VCA (Viral Capsid Antigen)-p18 dan EBNA (Epstein Barr Nuclear Antigen-1) maka tingkat spesifisitas dan sensitivitas menjadi lebih tinggi yakni 84,6% dan 90,4%.(dari portal UGM)

Thursday, February 1, 2007

Silaturrahim

Berkunjung atau silaturrahim bagiku selalu terasa istimewa. Seperti ada pencerahan tiap kali elakukan yang namanya silaturrahim. Tiap aku silaturrahim, aku ngerasa lebih akrab dengan orang aku silaturrahimi. Selain itu aku jadi tambah ilmu deh coz banyak pelajaran dari cerita-cerita yang mengalir di antara aku dan orang yang ku silaturrahimi. Mendengar banyak hal tentang kisah hidup saudara-saudaraku, jadi makin banyak bahan yang bisa dipakai buat cermin diri. Rizqi juga nambah seiring dengan jalannya silaturrahim. Of course, All of that berjalan atas kehendak-Nya….
Orang sering menyebut usaha kunjung-mengunjungi ini dengan kata ‘silaturrahmi’. Itu sebenernya kan kurang tepat. Yang benar adalah ‘silaturrahim’.
Kalau kamu mau tau gimana efek luar biasa dari silaturrahim, maka buktikan aja sendiri dengan berusaha silaturrahim ke tempat orang yang pengen kamu kunjungi. Tapi, tunggu dulu...
Sebelum Kamu silaturrahim, niatin dulu silaturrahim ini untuk mendapat ridho n berkah-Nya. Then, ketika lagi silaturrahim, rasakan perlahan ucapan demi ucapan… cerita demi cerita… informasi demi informasi…, etc. Resapi mana yang bisa diambil buat pelajaran n cermin diri. And one more, ngobrolnya yang bermanfaat aja…Oke…Good luck!